Kamis, 27 November 2014

Dinamika Permasalahan Lingkungan Kota Tarakan

Edit Posted by with No comments
Kota Tarakan merupakan kota terbesar ketiga di provinsi kalimantan Utara, Indonesia dan juga merupakan kota terkaya ke-17 di Indonesia. Kota ini memiliki luas wilayah 250,80 km² dan sesuai dengan data Badan Kependudukan Catatan Sipil dan Keluarga Berencana Kota Tarakan pada Agustus 2011 berpenduduk sebanyak 239.787 jiwa. Semboyan dari kota Tarakan adalah Tarakan Kota "BAIS" (Bersih, Aman, Indah, Sehat dan Sejahtera). Kota  Tarakan, yang secara geografis terletak pada 3°14'23" - 3°26'37" Lintang Utara dan 117°30'50" - 117°40'12" Bujur Timur, terdiri dari 2 (dua) pulau, yaitu Pulau Tarakan dan Pulau Sadau dengan luas wilayah mencapai 657,33 km².
Suhu udara minimum Kota Tarakan rata-rata 24,1 °C dan maksimum 31,1 °C dengan Kelembabab rata-rata 84,7%. Curah Hujan dalam 5 tahun terakhir rata-rata sekitar 308,2 mm/bulan dan penyinaran rata-rata 49,82%, telah memberikan julukan tersendiri bagi pulau ini sebagai daerah yang tak kenal musim.
Berdasarkan data yang ada pada hasil Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Kota Tarakan mencapai 193.069 jiwa, terdiri dari laki-laki = 101.464 jiwa dan perempuan = 91.605 jiwa.
Keberadaan hutan lindung di kota Tarakan sangat penting sebagai penyangga daerah resapan air, serta mencegah terjadinya erosi dan banjir. Jumlah kawasan dan luasan hutan kota juga terus bertambah. Dari yang sebelumnya 12 hutan kota kini sudah bertambah menjadi 16 huta kota. Selain ditanami pohon-pohon endemis, kawasan hutan kota ini juga dijadikan sarana edukasi.
Akibat kerusakan hutan dan lingkungan, Kota Tarakan kini dihadapkan pada persoalan serius, yakni krisis air bersih. Jika tidak ada hujan dua pekan saja, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) setempat langsung mengalami kesulitan mendapat bahan baku air dari Sungai Kampung Bugis.
Kerusakan alam ini membuat Kota Tarakan yang seluas 241,51 km persegi dan dihuni lebih dari 100.000 jiwa kini sudah tidak nyaman lagi untuk ditinggali. Bahkan, warga setempat terpaksa antre untuk membeli air dari pengecer dengan harga Rp 5.000-Rp 10.000 per kubik.
Makin sempitnya alur Sungai Kampung Bugis akibat padatnya permukiman di sepanjang bantaran sungai tersebut, juga membuat ketersedian airnya menjadi berkurang.
Penetapan kawasan hutan kota Tarakan dibuat peraturan dengan tujuan sebagaimana tujuan hukum pada umumnya adalah ketertiban, kepastian, dan dengan keadilan.  Tekanan terhadap eksistensi hutan di pulau Tarakan ini, nampaknya terutama karena pertambahan penduduk. Hutan yang ada menjadi sasaran karena, adanya hutan yang tampak sebagai hutan (hutan negara). Sesuatu yang memberikan nilai ekonomis dan pekerjaan yang paling praktis. Hal ini berkembang terus dan mengancam hutan-hutan yang ada. Karena itu perlu adanya sisa hutan itu untuk kepentingan non ekonomis tersebut.
Banjir menjadi masalah yang hingga saat ini masih harus mendapat perhatian dari pemerintah kota Tarakan. Selain karena curah hujan tinggi,  banjir juga disebabkan air pasang. Drainase yang sempit akan semakin memperparah banjir.  Dari pengamatan di lapangan saat ini beberapa jalan baru dibangun saluran air. Pembangunan yang bertepatan dengan musim hujan ini tentunya memperlambat proses pembangunan, dan memfungsingkan drainase.
Tantangan dan persoalan lingkungan hidup di awal otonomi daerah, yang pertama adalah rendahnya kesadaran masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup. Kedua, bencana alam, banjir dan tanah longsor akibat degradasi lahan. Yang ketiga, masalah dalam pengelolaan sampah, buruknya sanitasi, kebersihan, dan keindahan. Keempat, kerusakan lingkungan pesisir, rusaknya ekosistem mangrove dan abrasi.
Pemerintah Kota Tarakan memiliki komitmen yang cukup baik dalam pelestarian lingkungan. Upaya perlindungan dan pengelolaan hidup, bisa dijumpai secara nyata di lapangan. Tingkat kesadaran masyarakat juga meningkat seiring dengan keseriusan pemerintah melibatkan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan. Lomba pelestarian lingkungan di tingkatan terkecil, yakni RT telah memicu kepedulian masyarakat untuk turut menjaga lingkungan.
Pemerintah kota juga cukup tegas menindak kasus pengrusakan lingkungan, seperti menggagalkan rencana pembangunan SPBU yang mengancam kawasan hutan lindung hingga menolak AMDAL untuk eksploitasi batu bara.

Konsistensi pemerintah kota Tarakan masih terus akan diuji seiring dengan penetapan propinsi Kalimantan Utara menjadi propinsi baru. Dengan status baru ini, Tarakan akan semakin menjadi incaran investor dari luar.

Sumber Link

***

0 komentar:

Posting Komentar